Menjenguk orang sakit menurut istilah syara' artinya adalah mendatangi orang
yang sedang sakit dengan maksud untuk menghibur agar dengan demikian yang sakit
dapat terkurangi kesedihannay dan dapat terkurangi pul beban penderitaannya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, bersabda Rasulullah SAW : "Hak orang muslim dengan
muslim lainnya ada lima hal, yaitu menjawab salam, menjenguk orang sakit,
mengantarkan jenazah, mengabulkan undangan dan mendoakan yang bersin."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hukum menjenguk ornag sakit adalah sunnah. Hadl ini berdasarkan hadits di atas
dan hadits berikut :
Dari Abu Musa ra, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : "Jenguklah orang
yang skit, berilah makan orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang
tertawan." (HR. Al-Bukhari).
Pada zaman
dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram.
Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri
wajahnya.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita
itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih
hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya,
"Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh
perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang
menyekutuinya aku dalam hal ini."
Abu Umamah r.a. berkata : "Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami
semua mempelajari Al-Qur'an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan
Al-Qur'an."
Telah bersabda Rasulullah S.A.W :
Belajarlah kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti dia akan datang kepada
ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya. Ia akan datang
dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, "Kenalkah kamu
kepadaku?"
Maka orang yang pernah membaca akan menjawab : "Siapakah kamu?"
Maka berkata Al-Qur'an : "Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan
juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang
hari."
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur'an itu : "Adakah kamu
Al-Qur'an?"
Lalu Al-Qur'an mengakui dan menuntun orang yang pernah membaca mengadap Allah
S.W.T. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan
kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.
Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat
ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya :
"Dari manakah kami memperolehi ini semua, pada hal amal kami tidak sampai
ini?"
Lalu dijawab : "Kamu diberi ini semua kerana anak kamu telah mempelajari
Al-Qur'an."
|
Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi'i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut : "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka". Selesai ayat itu dibaca, seorang anak muda yang berusia 15 tahun atau lebih bangkit dari tempat duduknya. Ia mendapat harta warisan cukup besar dari ayahnya yang telah meninggal. Ia berkata:"Wahai Abdul Wahid, benarkah Allah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan sorga untuk mereka?" "Ya, benar, anak muda" kata Abdul Wahid. Anak muda itu melanjutkan:"Kalau begitu saksikanlah, bahwa diriku dan hartaku mulai sekarang aku jual dengan sorga." Anak muda itu kemudian mengeluarkan semua hartanya untuk disedekahkan bagi perjuangan. Hanya kuda dan pedangnya saja yang tidak. Sampai tiba waktu pemberangkatan pasukan, ternyata pemuda itu datang lebih awal. Dialah orang yang pertama kali kulihat. Dalam perjalanan ke medan perang pemuda itu kuperhatikan siang berpuasa dan malamnya dia bangun untuk beribadah. Dia rajin mengurus unta-unta dan kuda tunggangan pasukan serta sering menjaga kami bila sedang tidur. Sewaktu sampai di daerah Romawi dan kami sedang mengatur siasat pertempuran, tiba-tiba dia maju ke depan medan dan berteriak:"Hai, aku ingin segera bertemu dengan Ainul Mardhiyah . ." Kami menduga dia mulai ragu dan pikirannya kacau, kudekati dan kutanyakan siapakah Ainul Mardiyah itu. Ia menjawab: "Tadi sewaktu aku sedang kantuk, selintas aku bermimpi. Seseorang datang kepadaku seraya berkata: "Pergilah kepada Ainul Mardiyah." Ia juga mengajakku memasuki taman yang di bawahnya terdapat sungai dengan air yang jernih dan dipinggirnya nampak para bidadari duduk berhias dengan mengenakan perhiasan-perhiasan yang indah. Manakala melihat kedatanganku , mereka bergembira seraya berkata: "Inilah suami Ainul Mardhiyah . . . . ." "Assalamu'alaikum" kataku bersalam kepada mereka. "Adakah di antara kalian yang bernama Ainul Mardhiyah?" Mereka menjawab salamku dan berkata: "Tidak, kami ini adalah pembantunya. Teruskanlah langkahmu" Beberapa kali aku sampai pada taman-taman yang lebih indah dengan bidadari yang lebih cantik, tapi jawaban mereka sama, mereka adalah pembantunya dan menyuruh aku meneruskan langkah. Akhirnya aku sampai pada kemah yang terbuat dari mutiara berwarna putih. Di pintu kemah terdapat seorang bidadari yang sewaktu melihat kehadiranku dia nampak sangat gembira dan memanggil-manggil yang ada di dalam: "Hai Ainul Mardhiyah, ini suamimu datang . ..." Ketika aku dipersilahkan masuk kulihat bidadari yang sangat cantik duduk di atas sofa emas yang ditaburi permata dan yaqut. Waktu aku mendekat dia berkata: "Bersabarlah, kamu belum diijinkan lebih dekat kepadaku, karena ruh kehidupan dunia masih ada dalam dirimu." Anak muda melanjutkan kisah mimpinya: "Lalu aku terbangun, wahai Abdul Hamid. Aku tidak sabar lagi menanti terlalu lama". Belum lagi percakapan kami selesai, tiba-tiba sekelompok pasukan musuh terdiri sembilan orang menyerbu kami. Pemuda itu segera bangkit dan melabrak mereka. Selesai pertempuran aku mencoba meneliti, kulihat anak muda itu penuh luka ditubuhnya dan berlumuran darah. Ia nampak tersenyum gembira, senyum penuh kebahagiaan, hingga ruhnya berpisah dari badannya untuk meninggalkan dunia. ( Irsyadul Ibad ). sumber : al-dakwah.com
|
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
Semoga kita senantiasa mampu mengingat dan
memaknai cerita ini untuk terus berbenah dan menjadi berbekal,
Suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang
wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat. Wanita itu
membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda. Cantik sungguh
buahnya. Siapa yang melihat pasti terliur. Baginda menerimanya dengan senyuman
gembira. Hadiah itu dimakan oleh Rasulullah SAW seulas demi seulas dengan
tersenyum.
Biasanya Rasulullah SAW akan makan bersama para
sahabat, namun kali ini tidak. Tidak seulas pun limau itu diberikan kepada
mereka. Rasulullah SAW terus makan. Setiap kali dengan senyuman, hinggalah
habis semua limau itu. Kemudian wanita itu meminta diri untuk pulang, diiringi
ucapan terima kasih dari baginda.
Sahabat-sahabat agak heran dengan sikap
Rasulullah SAW itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah SAW
menjelaskan “Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam semasa saya
merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama, saya bimbang ada
di antara kalian yang akan mengenyetkan mata atau memarahi wanita tersebut.
Saya bimbang hatinya akan tersinggung. Sebab itu saya habiskan semuanya.”
Begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda tidak
akan memperkecil-kecilkan pemberian seseorang biarpun benda yang tidak baik,
dan dari orang bukan Islam pula. Wanita kafir itu pulang dengan hati yang
kecewa. Mengapa? Sebenarnya dia bertujuan ingin mempermain-mainkan Rasulullah
SAW dan para sahabat baginda dengan hadiah limau masam itu. Malangnya tidak
berjaya. Rancangannya di’tewas’kan oleh akhlak mulia Rasulullah SAW.
Pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab hiduplah seorang
janda miskin bersama seorang anak gadisnya di sebuah gubuk tua di pinggiran kota
Mekah. Keduanya sangat rajin beribadah dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari-hari. Setiap pagi, selesai salat subuh, keduanya memerah
susu kambing di kandang. Penduduk kota Mekah banyak yang menyukai susu kambing
wanita itu karena mutunya yang baik.
Pada suatu malam, Khalifah Umar
ditemani pengawalnya berkeliling negeri untuk melihat dari dekat keadaan hidup
dan kesejahteraan rakyatnya. Setelah beberapa saat berkeliling, sampailah
khalifah di pinggiran kota Mekah. Beliau tertarik melihat sebuah gubuk kecil
dengan cahaya yang masih tampak dari dalamnya yang menandakan bahwa penghuninya
belum tidur.
Khalifah turun dari kudanya, lalu mendekati gubuk itu.
Samar-samar telinganya mendengar percakapan seorang wanita dengan anaknya.
"Anakku, malam ini kambing kita hanya mengeluarkan susu sedikit sekali. Ini
tidak cukup untuk memenuhi permintaan pelanggan kita besok pagi," keluh wanita
itu kepada anaknya.
Dengan tersenyum, anak gadisnya yang beranjak dewasa
itu menghibur, "Ibu, tidak usah disesali. Inilah rezeki yang diberikan Allah
kepada kita hari ini. Semoga besok kambing kita mengeluarkan susu yang lebih
banyak lagi."
"Tapi, aku khawatir para pelanggan kita tidak mau membeli
susu kepada kita lagi. Bagaimana kalau susu itu kita campur air supaya kelihatan
banyak?"
"Jangan, Bu!" gadis itu melarang. "Bagaimanapun kita tidak boleh
berbuat curang. Lebih baik kita katakan dengan jujur pada pelanggan bahwa hasil
susu hari ini hanya sedikit. Mereka tentu akan memakluminya. Lagi pula kalau
ketahuan, kita akan dihukum oleh Khalifah Umar. Percayalah, ketidakjujuran itu
akan menyiksa hati."
Dari luar gubuk itu, Khalifah Umar semakin
penasaran ingin terus mendengar kelanjutan percakapan antara janda dan anak
gadisnya itu.
"Bagaimana mungkin khalifah Umar tahu!" kata janda itu
kepada anaknya. "Saat ini beliau sedang tertidur pulas di istananya yang megah
tanpa pernah mengalami kesulitan seperti kita ini?"
Melihat ibunya masih
tetap bersikeras dengan alasannya, gadis remaja itu tersenyum dengan lembut dan
berkata, "Ibu, memang Khalifah tidak melihat apa yang kita lakukan sekarang.
Tapi Allah Maha Melihat setiap gerak-gerik makhluknya. Meskipun kita miskin,
jangan sampai kita melakukan sesuatu yang dimurkai Allah."
Dari luar
gubuk, khalifah tersenyum mendengar ucapan gadis itu. Beliau benar-benar kagum
dengan kejujurannya. Ternyata kemiskinan dan himpitan keadaan tidak membuatnya
terpengaruh untuk berbuat curang. Setelah itu khalifah mengajak pengawalnya
pulang.
Keesokan harinya, Umar memerintahkan beberapa orang untuk
menjemput wanita pemerah susu dan anak gadisnya untuk menghadap kepadanya.
Beliau ternyata bermaksud menikahkan putranya dengan gadis jujur itu.
Sungguh sebuah teladan bagi kita semua, bahwa kejujuran karena takut
kepada Allah adalah suatu harta yang tak ternilai harganya. Mungkin ini yang
sulit kita dapatkan sekarang.
sumber : alislam.or.id
Mengingat
harga-harga barang kebutuhan terus meningkat, seorang pemuda selalu mengeluh
karena tak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah berdiskusi dengan seorang
kiai makrifat, pemuda itu pun mengikuti anjurannya untuk menjalankan shalat
Hajat serta tetap istiqomah melaksanakan shalat wajib lima waktu.
''Pak
Kiai, tiga tahun sudah saya menjalankan ibadah sesuai anjuran Bapak. Setiap hari
saya shalat Hajat semata-mata agar Allah SWT melimpahkan rezeki yang cukup.
Namun, sampai saat ini saya masih saja miskin,'' keluh si
pemuda.
''Teruskanlah dan jangan berhenti, Allah selalu mendengar doamu.
Suatu saat nanti pasti Allah mengabulkannya. Bersabarlah!'' Jawab sang
kiai.
''Bagaimana saya bisa bersabar, kalau semua harga kebutuhan serba
naik! Sementara saya masih juga belum mendapat rezeki yang memadai. Bagaimana
saya bisa memenuhi kebutuhan hidup?''
''Ya tentu saja tetap dari Allah,
pokoknya sabar, pasti ada jalan keluarnya. Teruslah
beribadah.''
''Percuma saja Pak Kiai. Setiap hari shalat lima waktu,
shalat Hajat, shalat Dhuha, tapi Allah belum juga mengabulkan permohonan saya.
Lebih baik saya berhenti saja beribadah...'' jawab pemuda itu dengan
kesal.
''Kalau begitu, ya sudah. Pulang saja. Semoga Allah segera
menjawab permintaanmu,'' timpal kiai dengan ringan.
Pemuda itu pun
pulang. Rasa kesal masih menggelayuti hatinya hingga tiba di rumah. Ia
menggerutu tak habis-habisnya hingga tertidur pulas di kursi serambi. Dalam
tidur itu, ia bermimpi masuk ke dalam istana yng sangat luas, berlantaikan emas
murni, dihiasi dengan lampu-lampu terbuat dari intan permata. Bahkan beribu
wanita cantik jelita menyambutnya.
Seorang permaisuri yang sangat cantik
dan bercahaya mendekati si pemuda.
''Anda siapa?'' tanya
pemuda.
''Akulah pendampingmu di hari akhirat nanti.''
''Ohh...
lalu ini istana siapa?''
''Ini istanamu, dari Allah. Karena pekerjaan
ibadahmu di dunia.''
''Ohh... dan taman-taman yang sangat indah ini juga
punya saya?''
''Betul!''
''Lautan madu, lautan susu, dan lautan
permata juga milik saya?''
''Betul sekali.''
Sang pemuda begitu
mengagumi keindahan suasana syurga yang sangat menawan dan tak tertandingi.
Namun, tiba-tiba ia terbangun dan mimpi itu pun hilang. Tak disangka, ia melihat
tujuh mutiara sebesar telor bebek. Betapa senang hati pemuda itu dan ingin
menjual mutiara-mutiara tersebut. Ia pun menemui sang kiai sebelum pergi ke
tempat penjualan mutiara.
"Pak Kiai, setelah bermimpi saya mendapati
tujuh mutiara yang sangat indah ini. Akhirnya Allah menjawab doa saya,'' kata
pemuda penuh keriangan.
''Alhamdulillah. Tapi perlu kamu ketahui bahwa
tujuh mutiara itu adalah pahala-pahala ibadah yang kamu jalankan selama 3 tahun
lalu.''
''Ini pahala-pahala saya? Lalu bagaimana dengan syurga saya Pak
Kiai?''
''Tidak ada, karena Allah sudah membayar semua pekerjaan
ibadahmu. Mudah-mudahan kamu bahagia di dunia ini. Dengan tujuh mutiara itu kamu
bisa menjadi miliader.''
''Ya Allah, aku tidak mau mutiara-mutiara ini.
Lebih baik aku miskin di dunia ini daripada miskin di akhirat nanti. Ya Allah
kumpulkan kembali mutiara-mutiara ini dengan amalan ibadah lainnya sampai aku
meninggal nanti,'' ujar pemuda itu sadar diri. Tujuh mutiara yang berada di
depannya itu hilang seketika. Ia berjanji tak akan mengeluh dan menjalani ibadah
lebih baik lagi demi kekayaan akhirat kelak.
[dari guyon orang-orang
makrifat, wibi ar]
|
Satu saat Umar bin Khattab menuturkan,” Aku (Umar) masuk menemui
Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di
dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu
lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah
meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan
ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum
kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut
kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika
kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan.
Rasulullah bertanya, ” Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab?”
Aku menjawab, ” Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar
itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang
lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan
kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan
Engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam
sebuah kamar pengasingan seperti ini?”
Rasulullah saw. lalu berujar, ” Wahai putra Khattab, apakah kamu
tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian
mereka?”
|
Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi
bersama-sama dengan
Nabi Muhammad s.a.w.. Pada waktu itu Uqa'il telah
melihat berita ajaib yang menjadikan tetapi hatinya tetap bertambah kuat di
dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah,
bahawa
Nabi Muhammad s.a.w. akan mendatangi hajat yakni mebuang air
besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka
Baginda s.a.w.
berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke
pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya
Rasulullah
berkata; "Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau
penutup baginya, kerana sesungguhnya
Baginda akan mengambil air wuduk
dan buang air besar."
Uqa'il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu dan sebelum dia
menyelesaikan tugas itu ternyata pohon-pohon sudah tumbang dari akarnya serta
sudah mengelilingi di sekitar
Baginda s.a.w. selesai dari hajatnya. Maka
Uqa'il kembali ke tempat pohon-pohon itu.
Peristiwa kedua adalah, bahawa Uqa'il berasa haus
dan setelah mencari air ke mana pun jua namun tidak ditemui. Maka Baginda
s.a.w. berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib, "Hai Uqa'il, dakilah
gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, "Jika padamu
ada air, berilah aku minum!"
Uqa'il lalu pergilah mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang
telah disabdakan Baginda s.a.w. itu. Maka sebelum ia selesai berkata,
gunung itu berkata dengan fasihnya, "Katakanlah kepada Rasulullah,
bahawa aku sejak Allah s.w.t. menurunkan ayat yang bermaksud :
("Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari
(seksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu)."
"Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada
lagi air padaku."
Peristiwa yang ketiga ialah, bahawa ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi
Muhammad s.a.w., tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke
hadapan Rasulullah s.a.w., maka unta itu lalu berkata, "Ya Rasulullah,
aku minta perlindungan darimu." Unta masih belum selesai mengadukan
halnya, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab kampung dengan membawa
pedang terhunus. Melihat orang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus, Nabi
Muhammad s.a.w. berkata, "Hendak apakah kamu terhadap unta itu
?"
Jawab orang kampungan itu, "Wahai Rasulullah, aku telah membelinya
dengan harta yang mahal, tetapi dia tidak mahu taat atau tidak mau jinak, maka
akan kupotong saja dan akan kumanfaatkan dagingnya (kuberikan kepada
orang-orang yang memerlukan)." Nabi Muhammad s.a.w. bertanya,
"Mengapa engkau menderhakai dia?" Jawab unta itu, "Wahai Rasulullah,
sungguh aku tidak menderhakainya dari satu pekerjaan, akan tetapi aku
menderhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk. Kerana kabilah yang dia
termasuk di dalam golongannya, sama tidur meninggalkan solat Isya'. Kalau
sekiranya dia mahu berjanji kepada engkau akan mengerjakan solat Isay' itu,
maka aku berjanji tidak akan menderhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah
s.w.t. menurunkan seksa-Nya kepada mereka sedang aku berada di
antara mereka."
Akhirnya Nabi Muhammad s.a.w. mengambil perjanjian orang Arab kampung
itu, bahawa dia tidak akan meninggalkan solat Isya'. Dan Baginda Nabi
Muhammad s.a.w. menyerahan unta itu kepadanya. Dan dia pun kembali kepada
keluarganya.
|
Nabi Musa a.s. memiliki ummat yang jumlahnya
sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga
ada yang miskin. Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa
a.s.. Ia begitu miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu.
Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa a.s., "Ya Nabiullah,
Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar Allah
s.w.t. menjadikan aku orang yang kaya." Nabi Musa a.s. tersenyum dan
berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur
kepada Allah s.w.t.". Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu
ia berkata, "Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan
pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja"!.
Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan
apa yang diinginkannya. Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap
Nabi Musa a.s.. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata
kepada Nabi Musa a.s., "Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah
s.w.t. permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin,
terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu." Nabi Musa a.s.pun
tersenyum, lalu ia berkata, "Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur
kepada Allah s.w.t.". "Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak
bersyukur kepada Allah s.w.t.?. Allah s.w.t. telah memberiku mata
yang dengannya aku dapat melihat. telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah
s.w.t. telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah
memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak
mensyukurinya", jawab si kaya itu. Akhirnya si kaya itu pun pulang ke
rumahnya. Kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah s.w.t.
tambah kekayaannya kerana ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah
miskin. Allah s.w.t. mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si
miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat di tubuhnya. Ini
semua kerana ia tidak mau bersyukur kepada Allah s.w.t.